Kamu mungkin pernah bertanya-tanya, di tengah hidup yang semakin rumit dan kacau, apakah Allah masih peduli? Apakah Dia masih memelihara kamu?
Hari Kenaikan Tuhan Yesus mengingatkan bahwa Ia kini duduk di takhta surga. Tapi kepergian-Nya bukan berarti Ia meninggalkan kamu. Justru dari sana, Ia memerintah seluruh semesta dan tidak ada satu hal pun yang luput dari perhatian-Nya.
Kalau kamu membaca Pengkhotbah pasal 3, kamu akan melihat satu kenyataan: dalam hidup, semuanya ada waktunya. Ada waktu lahir, ada waktu meninggal. Ada waktu menanam, ada waktu mencabut. Ada saat menangis, ada saat tertawa. Kadang kamu mengalami masa damai, tapi ada juga masa perang. Semua silih berganti, seolah di luar kendali kamu.
Dan memang begitu. Banyak hal terjadi di luar kuasa kita. Tapi bukan berarti semuanya itu lepas kendali. Justru Alkitab bilang, Allah membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Indah bukan berarti menyenangkan. Tapi pas, tepat, sesuai dengan maksud-Nya.
Inilah yang disebut pemeliharaan Allah. Bukan cuma soal kamu diberi berkat, sembuh dari sakit, atau dijaga dari bahaya. Tapi lebih dari itu, semua peristiwa, baik suka maupun duka, ada di dalam tangan-Nya. Tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Bahkan musim, cuaca, rezeki, sakit, kemiskinan, semuanya bukan hasil acak. Semua dari tangan Bapa.
Kalau kamu pernah dengar cerita Ayub, kamu tahu betapa berat penderitaannya. Tapi Alkitab bilang, bukan Iblis yang jadi pengatur utama. Tuhan sendiri yang izinkan itu terjadi. Tujuannya bukan untuk menghancurkan Ayub, tapi untuk menunjukkan kesetiaan dan maksud baik-Nya. Begitu juga dengan Yusuf, yang dijual saudara-saudaranya, difitnah, dipenjara, lalu akhirnya justru dipakai Tuhan menyelamatkan banyak orang.
Mungkin kamu juga sedang ada dalam masa yang sulit. Tapi ingat, bukan berarti Allah sedang menjauh. Bisa jadi, justru lewat masa gelap itu Dia sedang bekerja dalam hidupmu.
Salah satu kisah yang menyentuh datang dari masa Perang Dunia II. Corrie ten Boom, seorang perempuan Kristen dari Belanda, bersama kakaknya Betsie ten Boom, berani menyembunyikan orang-orang Yahudi yang dikejar oleh Nazi. Karena tindakan itu, mereka ditangkap dan dimasukkan ke dalam kamp konsentrasi. Tempat mereka ditahan sangat tidak layak. Kotor, sesak, dan bahkan alas tidur mereka penuh dengan kutu. Corrie sangat tidak tahan. Tapi justru di tengah situasi itu, kakaknya, Betsie, dengan tenang berkata, “Bersyukurlah kepada Tuhan atas kutu-kutu ini.” Corrie sempat bingung, apa yang bisa disyukuri dari kutu yang membuat gatal dan tidak nyaman?
Ternyata, kutu-kutu itulah yang membuat para penjaga tidak mau memeriksa ruangan mereka. Karena itu, Corrie dan Betsie bisa mengadakan pendalaman Alkitab dan mengabarkan Injil kepada para tahanan lain—di tempat yang paling gelap sekalipun.
Yang mengagetkan sebenarnya adalah Corrie yang dibebaskan karena kesalahan juru tulis. Tapi ia baru benar-benar mengerti: kutu yang mengganggu itu, ternyata adalah alat Tuhan untuk membawa terang.
Jadi, kalau kamu sedang berada dalam situasi yang menyakitkan atau membingungkan, jangan buru-buru menyimpulkan bahwa Tuhan sedang menjauh. Bisa saja justru itulah jalan yang Tuhan pakai untuk memelihara hidupmu dan hidup orang lain melalui kamu.
Kamu mungkin tidak mengerti semua yang Tuhan izinkan terjadi. Tapi kamu bukan diciptakan untuk tahu segalanya. Tuhan memberikan kepada manusia sesuatu yang tidak dimiliki makhluk lain: kerinduan untuk mencari makna. Kamu diciptakan untuk menyadari bahwa hidup bukan sekadar soal makan, kerja, dan tidur. Hatimu tahu bahwa ada sesuatu yang lebih.
Namun, meski kamu punya kerinduan itu, kamu tidak akan bisa menembus tirai rencana Allah dengan akal sendiri. Tapi kamu tidak dibiarkan menerka-nerka. Sebab Allah sendiri telah menunjukkan diri-Nya ke depan layar melalui Yesus Kristus. Dia datang ke dunia, hidup sebagai manusia, suara-Nya bisa didengar, tangan-Nya bisa diraba, dan hati-Nya bisa dikenal. Ia rela disalib untuk menebus dosamu. Maka, kamu tahu siapa yang ada di balik layar hidupmu, Allah yang penuh kasih.
Satu tokoh lain yang bisa jadi contoh adalah Dietrich Bonhoeffer, seorang pendeta Jerman yang hidup di masa yang sama dengan Corrie ten Boom. Ia terlibat dalam gerakan anti-Nazi dan akhirnya ditangkap serta dipenjara. Menjelang eksekusi mati pada April 1945, Bonhoeffer menulis surat kepada tunangannya, berisi puisi yang dalam salah satu baitnya berbunyi:
"Dan jika Engkau, ya Tuhan, memberikan kepada kami cawan yang berat cawan penderitaan yang pahit, yang terisi penuh sampai ke mulut cawan, kami akan dengan penuh syukur, menerimanya tanpa gemetar dari tangan-Mu yang baik dan terkasih."
Seorang Bonhoeffer, di tengah masa kelamnya, penderitaan yang dialaminya, dia bisa melihat tangan Tuhan. Tangan Tuhan yang mengulurkan cawan penderitaan. Tapi bukan tangan Tuhan yang memaksa, bukan tangan Tuhan yang keras, bukan tangan Tuhan yang otoriter, tetapi tangan Tuhan yang penuh kasih.
“Allah itu terlalu bijak untuk keliru. Allah itu terlalu baik untuk menjadi kejam. Sehingga ketika kita tidak mengerti, ketika kita tidak dapat melihat rencananya, ketika kita tidak dapat melacak tangannya, kita bisa percaya pada hatinya.”
Jadi inilah dua alasan kita bisa yakin bahwa Allah tetap memelihara kita, meskipun kita tidak bisa melihat:
1. Allah yang ada di balik layar kehidupanmu tetap memelihara kamu. Baik dalam masa kelimpahan maupun dalam kekurangan, semuanya tidak lepas dari kendali-Nya.
2. Allah yang dahulu tak terlihat, kini telah menunjukkan wajah-Nya lewat Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang penuh kasih, dan kamu bisa percaya penuh kepada-Nya.
Jadi, saat kamu tidak bisa melihat, jangan menyerah. Peganglah pengharapanmu. Tuhan tidak pernah berhenti memeliharamu.
